KUMPULAN CERITA RAKYAT
Saat malam yang dingin langit terlihat cerah bintang
kemintang menghiasi malam itu, disebuah bukit terdengar raungan hewan buas.
Hewan buas itu adalah 2 ekor serigala mereka sedang berkelahi memperebutkan
hasil buruan yakni seekor kambing gunung. Tadinya mereka berburu bersama-sama
tapi setelah mereka mendapatkan seekor kambing gunung serigala-serigala itu
tidak mau berbagi dengan sesamanya mereka bertengkar hebat mereka saling gigit
saling hantam giginya tajam dan kuat bahkan mampu membuat luka yang sangat
dalam, perkelahian mereka membuat salah satunya mati terbunuh dan serigala yang
membunuh itu bingung jika ketua kawanan serigala itu tahu bahwa ada
pertengkaran dan salah satu membunuh yang lain maka pembunuh itu akan dihukum.
Serigala pembunuh itu mencari cara untuk
menyembunyikannya dia menyeret serigala mati itu ke tengah hutan dia mencari
hutan yang sangat jauh dari kawanannya agar kesalahannya tidak diketahui oleh
siapapun. Akhirnya dia sampai di hutan yang sangat gelap dia mulai mencari
tempat untuk meletakan bangkai serigala mati itu sambil memperhatikan keadaan
agar benar-benar tidak ada satupun yang melihat kejadian itu. Akhirnya dia
menyembunyikannya di semak semak. Setelah selesai serigala itupun pergi dan
mendatangi kelompoknya dengan memasang wajah tak bersalah.
Ketika semua serigala telah berkumpul dalam kawanan
ketua serigala melihat dan memeriksa satu-satu kawanannya dia merasa ganjil
salah satu serigala tidak muncul dia merasa heran namun hal itu tidak
dihiraukannya. Hari-hari selanjutnya serigala-serigala itu berkumpul tapi salah
satu serigala tidak pernah muncul dan itu serigala yang sama. Lalu ketua
kawanan bertanya “Dimana serigala itu, dia tidak pernah terlihat oleh ku?” Tanya
sang ketua, beberapa saat semua diam karena mereka tidak tahu dengan kejadian
pertengkaran 2 serigala, namun ada salah satu serigala yang mendengar sebuah
aungan dan geraman perkelahian di atas bukit “Aku mendengar raungan 2 serigala
saat malam hari di atas bukit, sepertinya mereka bertengkar”. Jawab salah satu
serigala “Dengan siapa dia bertengkar?” Tanya sang ketua. Namun tidak satupun
dari mereka menjawab pertanyaan itu karena mereka tidak tahu kejadian itu
kecuali serigala yang membunuh kawannya di atas bukit.
Serigala pembunuh itu menyeringai sepertinya
kesalahannya tidak akan diketahui oleh siapapun, sang ketua memanggil salah
satu serigala dan menyuruhnya untuk pergi keatas bukit saat malam dan mencari
tahu apa yang sebenarnya menimpa serigala yang hilang itu. Saat petang tiba
serigala itu menuju bukit ketika dia mencapai bukit tempat perkelahian itu dia
mulai mengendus-ngendus bergerak kesana kemari dengan bingung. Serigala itu
dibuat kaget oleh kehadiran burung hantu “Apa yang sedang kau lakukan wahai
serigala?” Tanya burung hantu “Aku sedang mencari petunjuk, salah satu serigala
kawanan kami hilang apa kau pernah melihat serigala bertengkar disini?” Jawab
serigala dan Tanya serigala “Aku pernah melihat 2 serigala bertengkar
memperebutkan seekor kambing dan salah satu serigala itu mati”. Jawab sang
burung hantu. “Apa kau tahu siapa yang membunuhnya, lalu dimana dia menyimpan
bangkainya?” Tanya serigala “Aku tahu serigala mana yang membunuhnya jika aku
melihat wajahnya, aku tidak tahu dimana dia menyembunyikan bangkai serigala itu
hanya saja aku melihatnya menyeret-nyeret ke arah hutan”. Jawab sang burung
“Apa kau mau membantu kami menemukan pelaku pembunuhan itu? Aku mohon!” Pinta
sang serigala “Baiklah, tapi aku minta kau cari dulu bangkainya dan bawa kemari
saat malam hari di tempat ini lalu perlihatkan kepadaku semua anggota kawanan
serigala itu”. Pinta sang burung.
Serigala itu kembali kekawanannya dan dia melaporkan
kejadian itu kepada sang ketua, sang ketua meminta serigala itu dan dia sendiri
mencari bangkai malam ini juga. Mereka berangkat ke arah hutan mereka mencari
kedalam hutan yang lebat akhirnya mereka mencium bau bangkai mereka mendekat
dan ternyata bau itu adalah serigala mati tergeletak disemak-semak. Lalu mereka
berdua membawanya ke bukit pada saat fajar dan sang ketua lah yang menjaga
bangkainya sendiri sedangkan serigala yang bersamanya memanggil seluruh
kwanannya untuk berkumpul di atas bukit pada malam hari.
Malam hari tiba saat itu semua serigala berkumpul sang
ketua berkata “Aku menemukan bangkai serigala ini di hutan, siapa pelakunya
tunjukan dirimu?” Pinta sang ketua, tidak ada satupun yang mau menunjukan diri
bahkan serigala pembunuh itu hanya diam dan takut. “Jika kau tidak mau
menunjukan dirimu akan aku seret kau keluar dan memberi pertanggungjawaban atas
perbuatanmu!”. tegas sang ketua. serigala pembunuh itu masih saja tidak mau
keluar, akhirnya sang ketua meminta sang burung hantu untuk menunjuk pelaku
pembunuhan itu dan sang burung menunjuk pelaku itu adalah serigala pembunuh
yang berkelahi dengan kawannya.
Serigala pembunuh itu kaget dia sangat ketakutan
padahal dia telah menyembunyikan bangkai itu dengan baik namun kesalahannya
tetap saja dapat diketahui dan kini dia akan menerima hukuman dari sang ketua
serigala yaitu di keluarkan dari kawanan serigala.
2. Kerbau dan Burung Gagak
Di sebuah desa ada sebuah perternakan kerbau
peternakan kerbau itu luas meskipun hanya beberapa kerbau saja yang menjadi
ternaknya kerbau itu sering digunakan oleh para petani untuk membajak sawahnya
karena tubuh mereka kuat dan kekar tenaganya mampu membawa dan menarik alat
pembajak sawah yang sangat berat dan hasil bajakanya pun sangat baik.
Suatu pagi yang sangat cerah di desa itu matahari
memberikan cahayanya menyinari pedesaan itu hingga membuat suasana menjadi
hangat. dua ekor kerbau berjalan dengan membawa alat bajak di punggungnya
kerbau-kerbau itu digiring oleh seorang petani untuk membajak sawahnya saat
kerbau-kerbau itu sampai di sawah, petani itu mulai merakit alat bajaknya
dengan penuh ketelitian. setelah selesai merakit alat pembajaknya petani mulai
menaruh alat bajanya itu di pundak ke dua kerbau tersebut.
Setelah selesai kerbau itu turun ke sawah dan petani
segera menaiki alat pembajak itu sambil memegang pecut petani itu memberi tanda
kepada kerbau untuk segera bergerak, mereka mulai membajak sawah itu dengan
pelan. Hal tersebut ternyata diperhatikan oleh dua ekor burung gagak mereka
bertengger di atas pohon sambil berbincang-bincang kedua burung gagak itu
sangat kagum dengan kekuatan yang dimiliki oleh kedua kerbau tersebut mereka
tidak terlihat lelah menarik alat pembajak yang di naiki oleh seorang petani.
“Hei kau lihat itu, para kerbau dengan gagahnya menarik alat bajak itu tanpa
merasa sedikit lelah”. Salah satu burung gagak berkata, “Ya aku lihat kedua
kerbau melakukannya dengan sangat baik, tapi akupun memiliki kemampuan seperti
mereka” kata burung gagak “Hahha, kau berpikir mampu menarik alat pembajak itu
sendiri?”. Tanya salah satu burung gagak sambil tertawa “Jangan meledekku
seperti itu akan aku buktikan bahwa akupun mampu melakukannya bukan hanya ke
dua kerbau itu saja, tenaga ku cukup untuk melakukan apa yang dilakukan oleh
kerbau itu” celoteh sang gagak “baiklah coba kau buktikan aku hanya bisa
membawa satu buah jagung kesarang tidak pernah berpikir mampu melakukan apa
yang dilakukan oleh ke dua kerbau itu sekarang”. kata sang gagak dengan penuh sadar.
Tidak lama kemudian ke dua kerbau dan petani itu
melnyelesaikan pekerjaannya petani itu turun dari alat pembajaknya mulai
melepaskan alat itu dari pundak ke dua kerbau itu, lalu dia meletakan alat
pembajaknya di pinggir sawah. Lalu salah satu gagak itu terbang mendekati dan
bertengger pada alat pembajak itu, dia mencengkram alat pembajak dengan sekuat
tenaga dan mengibaskan sayapnya namun alat itu tidak bergerak sama sekali dia
mencoba lagi namun hasilnya tetap sama alat itu sama sekali tidak bergerak.
Lalu salah satu gagak lainnya mendekati gagak yang mencoba menggerakan alat
pembajak “Aku perhatikan alat ini sama sekali tidak bergerak, kini kau melihat
kesombongan membuatmu lupa diri”.
3. keong mas
Alkisah pada
jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia termasuk orang
yang disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun Galoran sangatlah
malas dan boros. Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-hamburkan harta
orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya meninggal dunia ia semakin sering
berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan habislah harta orangtuanya. Walaupun
demikian tidak membuat Galoran sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan
hanya bermalas-malasan dan berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya. Namun
setiap kali ada yang menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan dan
tidur saja tanpa mau melakukan pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran
dipungut oleh seorang janda berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Hal
ini membuat Galoran sangat senang ; "Pucuk dicinta ulam pun tiba",
demikian pikir Galoran.
Janda tersebut
mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun, namanya
Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun
tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali
Jambean menegurnya karena selalu bermalas-malasan.
Rasa benci
Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak tirinya
sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : " Hai, Nyai, sungguh
beraninya Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu
?" "Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak"
bujuk istrinya itu. "Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku
pergi meninggalkan rumah ini !" seru nya lagi sambil melototkan matanya.
"Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak mau
bekerja" demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah .. omong
kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !" demikian
Galoran mengancam.
Sedih hati ibu
Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya :
" Sampai hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari
nak" serunya lirih. "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku"
jawab Jambean. "Nah selesai sudah" serunya lagi. Langsung Jambean
mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. "Mengapa emak bersedih saja"
tanyanya dengan iba. Maka diceritakanlah rencana bapak Jambean yang
merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : "
Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar
akhirnya akan bahagia mak". "Namun hanya satu pesanku mak, apabila
aku sudah dibunuh ayah janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke
bendungan" jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu pun
mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai
permintaan Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang
tubuh dan kepala Jambean berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga
dengan keong dalam bahasa Jawanya.
Tersebutlah di
Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok
Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata
pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara
tersebut pergi ke dekat bendungan untuk mencari daun talas. Sangat terpana
mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning keemasan. "Alangkah
indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega "Lihatlah
betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa
memeliharanya" serunya lagi. "Yah sangat indah, kita bawa saja udang
dan keong ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang
dan siput tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka
taruh di dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara udang dan
siput emas tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang
bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan
bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa keheranan dengan
adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk mencari tahu
siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.
Suatu hari
mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka
berpura-pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera
kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua
bersaudara itu segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik keluar dari
tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka.
"tentu dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu" bisik Mbok Rondo
Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita tangkap sebelum menjelma
kembali menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan
perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik
memasak itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak
Mbok Rondo Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan
Mak, saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya,
maka saya menjelma menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih.
"terharu mendengar cerita Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil
Keong Emas sebagai anak angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara
tersebut dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah
tenunan terebut keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi
bertambah kaya dari hari kehari.
Sampailah
tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik dengan
tenunan buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk
meninjau sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan
dengan menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas
tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja
menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk membawa Jambean atau Keong Emas
untuk masuk ke kerajaan dan meminang si Keong Emas untuk dijadikan
permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda bersaudara tersebut.
4. Sangkuriang
Pada jaman dahulu, di
Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai
seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar
berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing
kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan
juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan
ibunya memang sengaja merahasiakannya.
Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.
Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.
Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.
Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.
Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.
Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.
5. Sangkuriang
Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.
Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.
Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar